Rabu, 26 Mei 2010

Berburu Tiket Lebaran

Sebagai ibu bekerja, aku memiliki assisten rumah tangga yang membantuku menjaga anak-anak di waktu siang. Mbak Wati, demikian kami biasa memanggilnya, sudah lama menjadi aspriku, tepatnya sejak Hagi hampir berumur 2 tahun (2003).

Tahun ini adalah tahun ke 2 dan biasanya mbak Wati akan minta ijin pulang kampung. Kali ini, ada yang sedikit berbeda dengan ritual mudik sebelumnya. Hal ini karena sejak awal 2009, sistem penggajian agak berbeda sedikit. Itu karena, setiap bulan, aku sudah memasukkan komponen biaya tiket mudik ke dalam gaji yang diterima tiap bulan.

Awal May, ketika aku sedang browsing tiket ke Surabaya, iseng-iseng aku check juga harga tiket untuk lebaran. Ternyata untuk direct flight harganya sudah 4x lipat dari harga yang kudapatkan untuk keberangkatan 5 May.
Akan tetapi, kalau kita mau bersusah payah memadu padankan jadwal penerbangan yaitu dengan transit di Suta, harga bisa ditekan menjadi 38% dari direct flight.

Hanya saja, meskipun sudah kuyakinkan bahwa harga ini sudah termasuk murah untuk peak seasson, si mbak masih bingung. Akhirnya, si mbak memutuskan untuk menunda pembelian hingga mendekati lebaran.

Namun pada akhirnya si mbak segera membeli tiket karena per akhir May, harganya sudah menjadi 51% dari direct flight meskipun bulan puasa belum mulai apalagi lebaran. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

Penjual Rujak

Hari sangat panas, ketika aku melewati kedai rujak. Menurut temanku, rujak di kedai sederhana itu enak. Jadi kupikir, ada baiknya aku cicipin hasil racikan rujaknya.

Seorang ibu yang sudah memasuki usia pensiun menyambutku. Setelah menanyakan apa yang ingin kupesan, si ibu penjual rujak segera meracik pesananku.
Sambil mengulek di cobek batu yang berukuran besar, beliau bercerita bahwasanya untuk orang seusianya, ibu itu merasa nggak nyaman kalau cuma duduk-duduk nggak ada kerjaan.

Ibu ini berasal dari Yogjakarta, tepatnya di lereng gunung kidul. Beliau merantau ke Batam sudah sejak 3 tahun lalu dan tinggal bersama anak, menantu dan cucu perempuannya.
Menurutnya, meracik rujak sudah dijalaninya sejak dahulu kala.

Pembicaraan berlanjut ke masalah pemilu pemilihan kepala daerah langsung yang akan ditutup beberapa menit lagi di pukul 13:00 PM. Ibu penjual rujak memilih untuk tidak memakai hak pilihnya karena menurutnya, siapapun yang dipilih, selama ini tidak terlihat ada perubahan.

Tak berapa lama, rujak pesananku sudah siap. Setelah membayar harga seporsi rujak cingur dan seporsi rujak buah, aku segera meluncur ke rumah.

Jumat, 07 Mei 2010

Reuni Kecil

Mudik mendadak di minggu pertama di bulan May selain diisi untuk urusan keluarga, aku menyempatkan diri menyapa teman-teman lama yang baru aku temukan via facebook.
Dan janji ketemu makan siang di hari keduaku di kampung halaman sudah disepakati.

Hari menjelang siang, ketika aku melangkahkan kaki melewati gerbang Akper. Halaman depan Akper terlihat asri, meskipun ada satu pintu yang tertulis 'Ruang Dosen' tapi sepertinya sudah tidak digunakan lagi untuk jalur keluar masuk.
Untuk sejenak, aku terbengong-bengong mencari pintu masuk. Akhirnya kupilih pintu kaca gelap yang berada di tengah.

Di balik pintu ada lorong pendek dan terlihat tangga ke arah lantai 2. Ketika aku akan mencari dimana pintu menuju ruang dosen, tiba-tiba,"Hei, lha iki wis tekan kene. Lihat, kok sama seperti jaman SMA, nggak ada yang berubah." Itu suara Eny yang ditujukan ke aku dan Marfuah.
Akhirnya temu kangen dilanjutkan di rumah makan. Dari Marfuah, aku mendapatkan contact address teman SMA ku yang sekarang menjadi KaPus.
Bahkan aku dan KaPus sempat saling menelpon si sela-sela makan siang, dan kami berencana untuk pergi bareng ke Surabaya naik kereta api dari Station KA Klakah meskipun pada akhirnya pada hari Jum'at malam rencana itu dibatalkan karena KaPus mendapat undangan meeting mendadak di hari Sabtu.

Sayangnya, aku tidak sempat mengabadikan pertemuan kami dengan kamera.
Next time, aku nggak akan lupa dech...