Selasa, 27 Juli 2010

Kalau adik diurus oleh yang bukan Bunda....

Sambil menikmati es krim yang kubelikan pulang kerja berdasarkan pesanan adik lewat telpon ketika aku masih di kantor, Brein bercerita.
Katanya,"Bunda, hari ini aku tidak terlambat lho. Kemarin, trus kemarinnya lagi juga tidak terlambat".

"Apa ada teman adik yang terlambat?"

"Tidak ada".
Dulu ketika masih di TK-A, Brein masih sering terlambat sehingga gurunya berkomentar biarpun rumahnya dekat, tapi Brein sering terlambat. He.. he... he...
Pada saat itu, aku hanya menanyakan komitmen Brein kapan Brein akan tidak terlambat masuk sekolah. "Nanti, kalau adik sudah TK-B", begitulah jawabannya.

Jadi ketika sudah di TK-B, Brein menepati janjinya.

"Lalu, apa ada teman adik yang masih suka menangis?"
"Ada, tadi Mimi menangis"

"Lho, Mimi kan sudah sekolah dari TK-A, kanapa dia menangis?"
"Iya, tadi ditabrak sama Reva, sampai kepalanya benjol. Makanya Mimi menangis."

"Adik sendiri, apa masih suka menangis?"
"Kemarin adik menangis."

"Apa sebanya adik menangis?"
"Adik kan lari.. eh salah, adik lagi jalan sama Arya sama Iyen, trus ada teman adik yang lari. Dia nabrak adik sampai jatuh, adik nangislah... kan jatuh itu sakit," katanya berusaha menekankan alasannya menangis. Lalu Brein menanyakan sesuatu,"Bunda, ceritalah apa yang Bunda kerjakan di tempat kerja."

"Yang Bunda kerjakan di tempat kerja?"
"iya"

"Yang Bunda kerjakan banyak seperti menulis, mengetik kadang bercerita sama teman-teman Bunda."
"Bunda cerita apa?"

"Bunda cerita, kalau kemarin Bunda minta tolong Brein untuk minta tolong mbak untuk cek air di kamar mandi Bunda, ya kan?"
"Lalu..."

"Ya, Bunda bilang kalau ternyata Brein ingat untuk menyampaikan pesan Bunda. Trus teman Bunda bilang, wah Brein hebat ya... memang Brein sudah SD ya?"
"Brein kan masih TK", celetuk Brein sambil berbinar-binar matanya.

"Iya, Bunda bilang, nggak kok Brein masih TK. Trus kata teman Bunda, wah.. senang ya kalau punya Brein, boleh nggak Brein buat teman Bunda?"
"Trus Bunda jawab apa?" tanya Brein penasaran.

"Bunda bilang, janganlah Brein diminta, nanti aku nggak punya anak bernama Brein."
Brein tersenyum senang mendengar ceritaku. Lalu kutanya,"Kalau Brein sendiri bagaimana? Apa Brein mau dibawa oleh teman Bunda?"

"Kalau adik diurus oleh yang bukan Bunda, adik pasti tidak menurut terus setiap hari... biarpun nanti sudah SD, tetap saja adik tidak menurut."

Oalah nak... nak... apapun yang terjadi, Bunda tidak akan menukarmu dengan apapun di dunia ini.

Good Night son...

Minggu, 25 Juli 2010

Mahalnya harga kesehatan

Dua minggu yang lalu, aku menerima sms dari kakak iparku kalau mertua kami mengalami pendarahan di mata sebelah kanan.
Setelah berdiskusi dengan anggota keluarga yang lain, akhirnya diputuskan untuk membawa Bibi (begitulah sapaan kami untuk mertua perempuan di adat Karo) operasi mata di Manila tempat kakak iparku bermukim.

Tepat seminggu setelah sms yang pertama kuterima, Bibi menjalani operasi mata dan menurut dokter operasi berjalan lancar dan kemungkinan untuk sembuh 100%. Namun, ada yang harus diperhatikan setelah post operation yaitu untuk sementara harus memakai kaca mata renang dan tidur harus dengan posisi duduk selama 3 minggu.
Yang jelas, 2 hari setelah operasi, jarak pandang yang awalnya hanya 10 cm, sudah bisa berubah menjadi 50 cm. Suatu kemajuan yang luar biasa, selain dari keinginan untuk sembuhlah yang membuat ini menjadi mungkin.

Komplikasi pada mata adalah salah satu dari akibat kelalaian dalam menjaga kadar gula darah pada nilai normal.
Bibi memang sudah lama didiagnosa mempunyai diabetes. Hanya saja, ketika pulang ke kampung setelah sekian lama mengikuti anak tertuanya melanglang buana, tidak ada anggota keluarga di kampung yang mengingatkan, mengontrol dan memantau diet rendah gula.

Hal ini juga aku lihat sendiri ketika akhir tahun lalu kami datang ke Berastagi. Tidak ada pantangan makan, tidak ada pembatasan jumlah makanan dan bahkan mungkin glibenclamide juga lupa dikonsumsi.

Karena Diabetes tidak bisa disembuhkan, hanya dengan mengontrol kadar gula darah, maka kualitas hidup Diabetasi masih bisa dipertahankan.

Sabtu, 24 Juli 2010

Realisasi Negosiasi

Hari Sabtu pagi diawali dengan mendung. Sudah dua hari terakhir, matahari tidak pernah bersinar lebih dari 2 jam berturut-turut.

Brein bangun dengan lebih gembira hari ini. Sejak pagi, dia sudah tidak sabar ingin segera pergi ke Mega Mall Batam Center.

Yups... weekend kali ini, kami akan menghabiskan siang dengan makan siang di salah satu tenant di MMBC. Berdasarkan hasil negoisasi 2 hari lalu, yang pertama dibeli adalah paket ayam, nasi plus sup. Yang kedua adalah waffle plus ice cream dengan catatan kalau Brein bisa menghabiskan paket pertama.

Kalau masih juga belum kenyang, baru paket ketiga yaitu chicken strip baru boleh dibeli.

Berdasarkan pengalaman yang sebelumnya, Brein tidak pernah bisa menghabiskan 1 porsi. Jadi kupikir, kali inipun, seporsi ayam dan sup juga tidak akan habis.
Hanya karena aku tidak ingin Brein kecewa tidak bisa menikmati waffle plus ice cream yang sebenarnya menjadi pilihan pertamanya, akhirnya ketika pesanan pertama siap untuk dinikmati, tanpa sepengetahuan Brein, jatah porsinya aku kurangi sedikit.

Raut muka senang karena merasa sudah menghabiskan satu porsi terlihat di wajahnya. Segera setelah mencuci tangan, Brein berkata,'Ayo bunda, beli waffle yang ada es krimnya..'.
'Beli sama abang ya, bunda tunggu di sini', kataku sambil memberikan selembar uang 50 ribuan.

Tak berapa lama, mereka berdua asyik menikmati seporsi besar waffle. Dasar memang sudah agak kenyang, akhirnya mereka berdua menyerah dan tidak bisa menghabiskan seporsi waffle.
'Sudah nih.... nggak habis? Kalau nggak habis, nggak bisa beli chicken strip lho ya...'
'Sudahlah bunda, chicken stripnya lain kali aja ya...sekarang kita pulang aja, adik sudah kenyang.'

Wkwkwk... paling tidak isi dompetku aman untuk sementara.
Yang terpenting aku berusaha untuk memberi contoh untuk tidak lapar mata.

I love you sons.......

Kamis, 22 Juli 2010

Negosiasi

Makan di Fast Food resto, sudah menjadi salah satu agenda bulanan dalam menghabiskan weekend bersama anak-anak.
Kali ini, dua hari menjelang weekend, Brein yang melihat flyer dari salah satu fast food dari Amrik, sudah mulai memilih-milih paket yang ditawarkan. 'Abang, sinilah bang. Coba abang pilih, abang mau yang mana? Adik mau yang ini..'.

Akhirnya, Brein dan Hagi tenggelam dalam kesibukan memilih dan memilah.... mereka sedang berdiskusi menu apa yang sebaiknya dibeli.

Tidak berapa lama, Brein menghampiriku dan katanya,'Bunda, adik mau waffle yang pake es cream ya...'.
Sekilas ku lihat potongan voucher yang ditunjukkan oleh Brein. 'Lalu, abang apa?'
'Abang, mau ayam, tapi adik juga mau yang ini,' ditunjukkannya voucher bergambar chicken strip.

'Sudah ini aja kan...'.
'Abang, abang nggak jadi mau makan burger kan?'
'Nggak...'.

'Oke... coba kesini semua,' pintaku pada Hagi dan Brein.
3 lembar voucher bergambar makanan ku susun di meja menggambar milik Brein. 'Dengarkan bunda ya..., yang pertama dibeli adalah paket ayam dan nasi plus sup, kalau ini habis dimakan, baru beli paket waffle plus ice cream, sudah...'

'kalau waffle sudah habis tapi masih juga belum kenyang, baru boleh beli chicken strip. Bagaimana?'

'Jadi, kapan kita kesana?'
'Hari Sabtu besok ya....'

Senin, 19 Juli 2010

Berhitung

Meskipun sudah punya pengalaman membantu Hagi (sekarang kelas 4 SD) dalam mengenal penjumlahan dan pengurangan ketika masih di taman kanak-kanak, tetapi tetap saja aku 'bingung' he.... he... he...

Jurus andalan yang kupakai adalah mengenalkan perhitungan dengan cara susun ke bawah untuk nilai yang lebih dari 10.

Dengan menggunakan white board yang baru saja kubeli, kumulai pengenalan penjumlahan dengan susun ke bawah. Hanya satu kali contoh, Brein bisa langsung mengikuti.

Masalah datang ketika mengenalkan pengurangan. Benar-benar tidak ada ide, bahkan aku juga lupa bagaimana dulu aku mengenalkan ini kepada Hagi.
Ketika aku sedang membantu Brein melakukan pengurangan susun ke bawah, tiba-tiba Brein berkata,'Oh... aku tahu Bunda, begini, Brein punya 6 mainan Ultraman, trus dikasih ke teman-teman 4 mainan, jadi Brein tinggal punya 2 mainan Ultraman, ya.. kan?'

Benar-benar di luar dugaanku...akhirnya semua pengurangan berhasil dikerjakan dengan bantuan ULTRAMAN.