Minggu, 03 Oktober 2010

Hukuman atau Konsekuensi?

Pernah seorang teman bertanya apakah aku pernah menghukum anak-anakku.

Hm... hukuman untuk anak-anakku harus bersifat mendidik, jauh dari kekerasan dan paling tidak berusaha untuk membangun karakter yang mempunyai tanggung jawab.

Awalnya, sebagai bundanya, aku harus menunjukkan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Jika yang tidak benar dilanggar, maka akan ada konsekuensi dari pelanggaran.

Contoh kasus pertama adalah ketika Hagi (yang ketika itu baru berumur 2 tahun) jadi senang menumpahkan air dengan sengaja.
Konsekuensi logis adalah membersihkan tumpahan air. Tapi, saat itu harapanku tidaklah terlalu muluk, asal dia mau ambil lap lalu 'membersihkan' genangan air sudah cukup.
Ya... apa sih yang bisa diharapkan dari anak umur 2 tahun pada saat membersihkan genangan air?

Terkadang, konsekuensi dari tindakan yang menyalahi aturan, kami diskusikan bersama. Biasanya, aku lebih memilih menghilangkan kebiasaan yang disukainya karena kalau tidak hukuman yang diambil tidak akan memberikan efek jera.
Misalnya, jika Hagi berlaku kasar kepada si mbak, maka Hagi tidak boleh nonton VCD apapun dan juga TV selama 1 minggu.

'Bunda, tapi bagaimana kalau nanti adik yang sedang dihukum tidak boleh nonton TV, aku jadi tidak bisa nonton TV juga donk.'
Itu pertanyaan Hagi (3 tahun) ketika tahu bahwa dia akan mempunyai seorang adik.

Enam tahun berlalu dan ternyata aku juga harus melakukan adjustment agar tindakan yang kuambil tidak merugikan salah satu diantara mereka.
Dan aku memang harus terus belajar....