Kamis, 18 November 2010

Akhirnya diperbolehkan terbang...

'Halo,' terdengar suara kakak iparku di seberang sana.
'Hi, kak, ini bunda Hagi.'
'Maaf dik, ini berisik lagi di bandara, mau jemput mamak, nanti kakak telpon ya.'

Mamak yang dimaksud kakak iparku ini, adalah mertua perempuanku, atau biasa dipanggil Bibi menurut adat Karo.
Rupanya, beliau sudah diperbolehkan terbang oleh dokter yang merawatnya.

Ingatanku kembali ke beberapa bulan lalu, ketika mendapat kabar bahwa Bibi tiba-tiba tidak bisa melihat karena ada pendarahan di mata.
Salah seorang anaknya segera membawanya ke Manila untuk menjalani operasi dan perawatan pasca operasi.

Operasinya sendiri direncanakan dilakukan dalam beberapa tahap. Selain itu, Bibi dengan dibantu oleh Kak Ida, harus berusaha untuk menjaga kadar gula darahnya di kisaran normal, yaitu pada kisaran 80-120 mg/dl (pada kondisi puasa), 100-180 mg/dl (kondisi setelah makan), dan 100-140 mg/dl (pada kondisi istirahat/tidur).
Bibi memang menderita DM sejak lama. Namun, selama berdiam di Berastagi, tanah Karo, makanan tidak pernah terkontrol demikian juga dengan kadar gula darahnya. Hal inilah yang harus dibayar mahal dengan hampir hilangnya kemampuan penglihatannya.

Beberapa kombinasi makanan dicoba oleh Kak Ida dan akhirnya ditemukan pola makan, takaran dan jenis makanan yang sesuai untuk Bibi.
Selain itu, untuk beberapa minggu pasca operasi, Bibi harus tidur dalam posisi duduk. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan pada bola mata.

Semangat yang tinggi untuk sembuh dan disertai dengan pengaturan makan, akhirnya Bibi dinyatakan sembuh dan boleh naik pesawat.

Namun begitu, Bibi tetap harus mengatur makan agar kejadian yang sama tidak terulang lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar