Selasa, 28 Desember 2010

Kampungan dan Bataman

Sebagai keluarga kecil yang merantau seperti kami, kunjungan salah satu anggota keluarga besar adalah saat yang sangat dinantikan.
Kali ini, yang datang berkunjung adalah keluarga kakak ipar lengkap dengan tiga orang anak perempuannya. Meskipun akhir tahun 2009, Brein sudah pernah bertemu, tetap saja pertemuan akhir tahun 2010 menjadi sesuatu yang asing, tapi tidak untuk abang Hagi.

Abang Hagi sudah cukup besar untuk duduk bersama dan aktif menemani dan bercerita sejak mereka datang dari bandara udara.
Bagaimana dengan si adik? Banyak celotehannya yang membuat ger-geran kami semua.
Misalnya ketika bungsuku yang berumur 5.5 tahun ini ditanya oleh Bibinya,”Adik Brein, ajak ini kak Fany main. Sepertinya mainannya bagus ya…”

“Sinilah kalau mau, datang sendiri ke kamar kan bisa. Kalau nggak mau ya, nggak apa-apa kok… terserah saja.”

Kali lain Brein bertanya,’Bibi, mau ikut kami ke Singapore ya..’

‘Iya, dik..Bibi belum pernah ke Singapore, nanti ajari ya.’

‘Tapi, Bibi harus kerja seperti Bunda biar dapat uang Singapore. Uang Batam dan Uang kampung, tidak bisa dipakai.’

‘Uang Singapore itu seperti apa?’, tanya Bibinya.

‘Ya, uang Singapore lah.. mana ada di kampung uang Singapore. Bibi ini kampungan lah.. nggak tahu uang Singapore.’

‘Iya, ya… Bibi ini kampungan nggak tahu uang Singapore. Kalau Bibi kampungan, adik yang tahu uang Singapore namanya apa?’

‘Ya, orang Bataman lah…’

Grr..grr… kami semua tergelak mendengar istilah Bataman dari Brein. Ada-ada saja…

Kamis, 25 November 2010

Keseimbangan baru telah tercapai

Hari ini, genap satu quarter tanpa assisten rumah tangga. Sebagai seorang ibu bekerja hampir 11 jam dilalui di luar rumah. Rasa gamang sempat menyelimutiku ketika akan memulai semua ini. Apakah aku bisa menyeimbangkan antara kerja, tanggung jawab di rumah dan yoga?
Tapi aku punya keyakinan, semua pasti bisa dengan bantuan dan kerja sama yang baik dari anak-anakku.

Awalnya, semua masih terasa mudah, karena saat itu kami masih menjalankan ibadah puasa dan anak-anak libur sekolah. Masak hanya untuk sahur dan tidak perlu menyiapkan makan siang. Sedangkan sore hari, meskipun tidak ada perubahan jam pulang kerja, namun masih tersisa 1 jam sebelum waktu berbuka, ini sudah lebih dari cukup untuk menyiapkan hidangan berbuka. Bahkan, kami masih sempat mengunjungi pasar kaget di deretan ruko dekat rumah walaupun terkadang hanya untuk melihat ramainya kegiatan jual beli.

Minggu ketiga, ketika kegiatan sekolah dimulai lagi, dimulai juga kesibukan yang lebih karena selain menyiapkan sarapan, aku juga harus menyiapkan bekal ke sekolah dan lauk untuk makan siang di rumah. Hari Minggu menjadi hari sibuk untuk menyiapkan makanan siap masak.
Terkadang, tanpa ku minta, Brein atau Hagi membantuku memanir ikan, udang atau ayam.

Kalau boleh jujur sih, mending tidak dibantuin sama anak-anak.. he.. he.. he... Dapur jadi lebih kotor karena ceceran telur dan tepung panir. Tapi kan tidak boleh berpikir jangka pendek dong, toh, dapur kotor bisa dibersihkan bersama-sama, tapi empati tidak bisa dibangun dalam waktu semalam.

Pernah suatu hari, Brein protes karena aku tidak bisa menemaninya bermain computer. Katanya,'Sudahlah, bunda, jangan sibuk di dapur terus...ayo temani adik, kita main sama-sama'. Hm... kalau sudah begini, segera kutinggalkan semua pekerjaanku di dapur dan sibuk dengan Brein.

Dan entah sejak kapan ini dimulai, yang jelas, setiap hari Sabtu, aku dedikasikan semua waktuku untuk anak-anak. Tidak ada jadwal berkotor-kotor di dapur bahkan hanya untuk cuci piring... Manir-memanir di hari Minggu-pun sudah tidak kulakukan lagi. Ikan, udang, sotong dan ayam, hanya dicuci lalu dibungkus menjadi beberapa bungkus ukuran satu kali masak dan langsung masuk freezer. Weekday, tinggal ambil dan masak, simple dan cepat.

Yang terakhir adalah Yoga. Kegiatan yang selalu kulakukan 2x seminggu sepulang kerja ini, terhenti ketika memasuki bulan puasa dan setelah 2 minggu puasa berakhir, aku belum aktif lagi di kelas Yoga. Selain tempat latihan yang lama belum jelas kapan mulai lagi, aku masih berat meninggalkan Brein.
Akhirnya, berdasarkan diskusi kami berdua, Brein memilih untuk menemaniku Yoga. Melihat karakter Brein yang tidak bisa diam menunggu dalam waktu lama, aku takut Brein akan bosan menunggu selama lebih dari 60 menit.

Tapi sudahlah, apa salahnya dicoba. Aku bawa beberapa jenis cemilan kesukaannya untuk digunakan sebagai pembunuh waktu. Tiga kali kedatangan, semua baik-baik saja. Bahkan beberapa teman di kelas Yoga, memuji Brein karena sabar menungguku. Hanya bagaimanapun juga, Brein kurang nyaman dengan kondisi ini. Dia yang lebih suka loncat-loncat, lari sana lari sini, main scooter dari ruang depan ke dapur, main bola, akhirnya nyerah juga.
Brein tidak mau lagi menemaniku dan memilih menungguku di rumah, tapiii...yang namanya cemilan tetap harus disiapkan. Kata Brein,'Bunda, adik tunggu aja di rumah sambil makan makanan yang Bunda bawa.'

Sudah 4 minggu berlalu dan Brein merasa nyaman dengan arrangement yang disiapkan ketika aku sedang mengikuti kelas Yoga.

Pada akhirnya, hanya rasa syukur yang bisa kupanjatkan, karena semuanya berjalan lancar. Perubahan yang terjadi sudah membawa satu keseimbangan baru.
Jadi, jangan takut untuk berubah...


Sstt... tapi ini belum berlaku untuk berubah haluan dalam hal pekerjaan... xi xi xi...

Selasa, 23 November 2010

Sendi / Engsel

'Bunda...', kata Brein sambil membawa 2 buah pensil lalu disusun vertikal,'tulang kita itu seperti ini ya?'

'Iya, nak.'

'Tapi kenapa kalau kita berputar, tulangnya tidak lepas seperti 2 pensil ini?'

'Oh, itu karena ada sendinya.'

'Ha! Apa itu?,' matanya berbinar menyiratkan rasa penasaran yang tinggi.

Lalu kutunjukkan padanya engsel pintu. Tanpa engsel pintu, daun pintu tidak akan bisa dibuka dan akan tetap melekat di kusen pintu.

'Jadi, diantara tulang kita ada benda seperti ini ya?', lalu Brein tertawa...

Kamis, 18 November 2010

Akhirnya diperbolehkan terbang...

'Halo,' terdengar suara kakak iparku di seberang sana.
'Hi, kak, ini bunda Hagi.'
'Maaf dik, ini berisik lagi di bandara, mau jemput mamak, nanti kakak telpon ya.'

Mamak yang dimaksud kakak iparku ini, adalah mertua perempuanku, atau biasa dipanggil Bibi menurut adat Karo.
Rupanya, beliau sudah diperbolehkan terbang oleh dokter yang merawatnya.

Ingatanku kembali ke beberapa bulan lalu, ketika mendapat kabar bahwa Bibi tiba-tiba tidak bisa melihat karena ada pendarahan di mata.
Salah seorang anaknya segera membawanya ke Manila untuk menjalani operasi dan perawatan pasca operasi.

Operasinya sendiri direncanakan dilakukan dalam beberapa tahap. Selain itu, Bibi dengan dibantu oleh Kak Ida, harus berusaha untuk menjaga kadar gula darahnya di kisaran normal, yaitu pada kisaran 80-120 mg/dl (pada kondisi puasa), 100-180 mg/dl (kondisi setelah makan), dan 100-140 mg/dl (pada kondisi istirahat/tidur).
Bibi memang menderita DM sejak lama. Namun, selama berdiam di Berastagi, tanah Karo, makanan tidak pernah terkontrol demikian juga dengan kadar gula darahnya. Hal inilah yang harus dibayar mahal dengan hampir hilangnya kemampuan penglihatannya.

Beberapa kombinasi makanan dicoba oleh Kak Ida dan akhirnya ditemukan pola makan, takaran dan jenis makanan yang sesuai untuk Bibi.
Selain itu, untuk beberapa minggu pasca operasi, Bibi harus tidur dalam posisi duduk. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan pada bola mata.

Semangat yang tinggi untuk sembuh dan disertai dengan pengaturan makan, akhirnya Bibi dinyatakan sembuh dan boleh naik pesawat.

Namun begitu, Bibi tetap harus mengatur makan agar kejadian yang sama tidak terulang lagi.

Minggu, 03 Oktober 2010

Hukuman atau Konsekuensi?

Pernah seorang teman bertanya apakah aku pernah menghukum anak-anakku.

Hm... hukuman untuk anak-anakku harus bersifat mendidik, jauh dari kekerasan dan paling tidak berusaha untuk membangun karakter yang mempunyai tanggung jawab.

Awalnya, sebagai bundanya, aku harus menunjukkan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Jika yang tidak benar dilanggar, maka akan ada konsekuensi dari pelanggaran.

Contoh kasus pertama adalah ketika Hagi (yang ketika itu baru berumur 2 tahun) jadi senang menumpahkan air dengan sengaja.
Konsekuensi logis adalah membersihkan tumpahan air. Tapi, saat itu harapanku tidaklah terlalu muluk, asal dia mau ambil lap lalu 'membersihkan' genangan air sudah cukup.
Ya... apa sih yang bisa diharapkan dari anak umur 2 tahun pada saat membersihkan genangan air?

Terkadang, konsekuensi dari tindakan yang menyalahi aturan, kami diskusikan bersama. Biasanya, aku lebih memilih menghilangkan kebiasaan yang disukainya karena kalau tidak hukuman yang diambil tidak akan memberikan efek jera.
Misalnya, jika Hagi berlaku kasar kepada si mbak, maka Hagi tidak boleh nonton VCD apapun dan juga TV selama 1 minggu.

'Bunda, tapi bagaimana kalau nanti adik yang sedang dihukum tidak boleh nonton TV, aku jadi tidak bisa nonton TV juga donk.'
Itu pertanyaan Hagi (3 tahun) ketika tahu bahwa dia akan mempunyai seorang adik.

Enam tahun berlalu dan ternyata aku juga harus melakukan adjustment agar tindakan yang kuambil tidak merugikan salah satu diantara mereka.
Dan aku memang harus terus belajar....

Sabtu, 11 September 2010

Antri dan Antri...

Setelah sholat Ied, aku dan anak-anak segera bersiap menuju Terminal Ferry International Batam Center.
Seperti yang sudah kuperkirakan, terminal sangat penuh dengan orang. Untung saja, aku sudah mempunyai nomor booking.

Akan tetapi, tidak seperti biasanya, di antrian loket 'Advance Book', antrian seperti tidak bergerak sama sekali, sementara 30 menit lagi, jadwal ferry akan berangkat.
Aku coba tanya ke beberapa orang yang berada di dalam antrian, ternyata mereka pun harus mengejar ferry yang sama.

Akhirnya, ketika ada satu orang yang keluar antrian dan protes di ground crew, dan ternyata dilayani, maka akupun ikut berdesakan. Antrian yang rapi sudah bubar tidak jelas mana ujung dan mana pangkalnya.

Lima belas menit sebelum ferry berangkat, aku baru mendapatkan boarding pass. Kami segera bergegas menuju meja imigrasi yang ternyata tidak ada antrian sama sekali.

Di temani hujan lebat, akhirnya kami bisa duduk di ferry yang sudah penuh sesak dengan penumpang. Kalau menurutku sih, mereka ini bukan dari Batam dan bahkan sepertinya ada yang baru pertama kali mengunjungi negeri Singa ini.

'Papa, apa itu batas wilayah Singapore dan Malaysia?'
'Ya, sepertinya itu batasnya'

Itu sepenggal percakapan yang kudengar ketika mereka menunjuk tiang monorail yang menghubungkan Vivo City dengan Sentosa Island... wkwkwk...

Setelah merapat ke dermaga, kami segera menuju Arrival Hall. Ternyata di dalam ruang kedatangan sudah penuh sesak dengan antrian. Bahkan petugas ICA ada yang berjaga di depan pintu kedatangan untuk membatasi jumlah orang yang bisa masuk ke dalam hall. Setiap 15 menit sekali, ketika antrian di dalam hall sudah berkurang, gate dibuka dan akan ditutup ketika antrian paling belakang di dalam hall sudah mencapai pintu.

Kami yang baru datang dari ferry, harus antri bahkan dari pinggir dermaga. Hampir 30 menit menunggu hanya untuk masuk ke dalam Arrival Hall.
Di dalam Arrival Hall pun tidak ada bedanya dengan di luar, antrian mengular bahkan sampai 2 jalur, padahal biasanya antrian ini hanya satu jalur meskipun ketika di ujung antrian akan dilayani oleh lebih dari 8 petugas ICA.

Bahkan, di antrian paling depan, ada satu petugas ICA yang secara khusus check dokumen imigrasi yang harus diisi ketika memasuki Singapura.
Padahal biasanya tidak ada... berarti benar, banyak yang baru pertama kali memasuki negeri Singa ini. Dan bukan tidak mungkin, kesalahan atau kurang lengkap dalam mengisi dokumen imigrasi adalah salah satu biang terjadinya antrian yang panjang dan lama.... puih..... capek deh...

Minggu, 22 Agustus 2010

Daftar Belanja

Matahari sudah mulai tergelincir ketika si mbak menanyakan menu apa yang mau disiapkan untuk berbuka nanti sore.
Mendengar pembicaraan kami, Brein segera menyahut,'mbak, mana buku yang dibuat untuk bikin kue itu?'
Memang beberapa hari lalu, si mbak dan Brein mencoba salah satu resep kue kering yang berasal dari sisipan salah satu majalah terbitan nasional beberapa tahun lalu.
'Kenapa dik? Kan kuenya masih ada?'
'Bukan, aku mau tunjukkan ke bunda resep yang dulu kata bunda mau dibuat kalau bahannya sudah ada.'

Akhirnya mereka berdua bersama-sama membongkar tumpukan majalah di bawah TV set.
'Bunda, ini bunda, resep yang adik mau,' kata Brein sambil menunjuk resep Chicken Drum Stick.
'Ayo kita baca bahan-bahanny,'kataku,'Sayap ayam ada?'
'Tidak ada'
'Merica ada?'
'Tidak ada'
'Telor ada?'
'Tidak ada'
'Kecap asin ada?'
'Tidak ada'
'Garam ada?'
'Ada', dst....

'Jadi ada 4 bahan bunda yang belum ada, sayap ayam, merica, telor dan kecap asin'
'Oke,'lanjutku,'sekarang, ambil kertas dan pensil, catat apa yang harus dibeli ya'
Tak berapa lama, Brein sudah sibuk mencatat bahan-bahan yang belum ada untuk dibeli nanti.

Dan ketika sudah sampai di dalam salah satu hypermarket di Batam, Brein tiba-tiba bertanya,'Bunda, kertas adik tadi nggak ketinggalan kan? Ya, kan Bunda?'
'Tidak,' kataku sambil mengeluarkan kertas catatan Brein dari dompet hp,'ini, nggak ketinggalan kan.'

Melihat aku memegang kertas catatannya, Brein tersenyum lebar...

Minggu, 08 Agustus 2010

Rindu.......

Tit...tit...tit... sebuah sms masuk ke hpnya. Sisca segera membuka dan membaca isinya. Ternyata Lili, adiknya, mengabarkan kalau adik kecil sudah kembali ke kota kelahirannya untuk melanjutkan sekolah di SMA.
Isi sms membuat Sisca kembali ke kejadian beberapa tahun silam, tentang adik kecil, tentang keluarga adik kecil, tentang pertengkarang-pertengkaran di keluarga adik kecil.

====
Untuk kesekian kalinya, Sisca mendengar suara keributan dari rumah sebelah. Hm.. desahnya. Sisca segera beranjak dari keasyikannya membaca buku. Tujuannya satu, ke rumah sebelah. Bukan untuk melerai pertengkaran keluarga muda itu, bukan.. bukan itu tujuannya. Hatinya sudah lama tertancap pada adik kecil, demikian dia menyebut anak perempuan berumur 5 tahun itu. Sejak pertengkaran orang tua adik kecil, yang entah sejak kapan, Sisca sendiri juga lupa, dia selalu berusaha untuk menghibur dan mengasuh si adik kecil di waktu-waktu luang sepulang sekolah. Bahkan bisa dikatakan, Sisca memang sengaja membuat waktu luang.

Lewat pintu samping, Sisca segera menuju kamar adik kecil. Dilihatnya si adik kecil sedang membentur-benturkan kepalanya ke dinding. Sambil menyambar beberapa mainan, Sisca segera mengendong adik kecil dan menuju dapur untuk memberi tahu pembantu rumah kalau adik kecil akan dibawa ke rumahnya.

Sisca tidak pernah bisa mengerti kenapa pasangan muda itu sibuk bertengkar seakan tidak mempedulikan adik kecil. Pernah suatu hari, Sisca mengungkapkan keinginan kepada orang tuanya untuk mengadopsi adik kecil setelah lulus SMA jika ibu adik kecil mengijinkan.
Namun, sebelum sempat Sisca mengutarakan keinginannya, ibu si adik kecil telah bercerai dan membawa adik kecil pulang ke rumah nenek adik kecil. Kabar terakhir yang dia tahu, ibu adik kecil telah pergi untuk mengadu nasib sebagai TKW di Arab Saudi. Sisca sungguh tidak mengerti, kenapa ibu adik kecil tega meninggalkan anaknya untuk diasuh oleh orang lain.

===

Bertahun-tahun telah berlalu dan kini adik kecil sudah beranjak remaja. Rasa rindu kepada adik kecil membuncah, Sisca ingin segera pulang ke tanah kelahirannya dan bertemu adik kecil.

Selasa, 27 Juli 2010

Kalau adik diurus oleh yang bukan Bunda....

Sambil menikmati es krim yang kubelikan pulang kerja berdasarkan pesanan adik lewat telpon ketika aku masih di kantor, Brein bercerita.
Katanya,"Bunda, hari ini aku tidak terlambat lho. Kemarin, trus kemarinnya lagi juga tidak terlambat".

"Apa ada teman adik yang terlambat?"

"Tidak ada".
Dulu ketika masih di TK-A, Brein masih sering terlambat sehingga gurunya berkomentar biarpun rumahnya dekat, tapi Brein sering terlambat. He.. he... he...
Pada saat itu, aku hanya menanyakan komitmen Brein kapan Brein akan tidak terlambat masuk sekolah. "Nanti, kalau adik sudah TK-B", begitulah jawabannya.

Jadi ketika sudah di TK-B, Brein menepati janjinya.

"Lalu, apa ada teman adik yang masih suka menangis?"
"Ada, tadi Mimi menangis"

"Lho, Mimi kan sudah sekolah dari TK-A, kanapa dia menangis?"
"Iya, tadi ditabrak sama Reva, sampai kepalanya benjol. Makanya Mimi menangis."

"Adik sendiri, apa masih suka menangis?"
"Kemarin adik menangis."

"Apa sebanya adik menangis?"
"Adik kan lari.. eh salah, adik lagi jalan sama Arya sama Iyen, trus ada teman adik yang lari. Dia nabrak adik sampai jatuh, adik nangislah... kan jatuh itu sakit," katanya berusaha menekankan alasannya menangis. Lalu Brein menanyakan sesuatu,"Bunda, ceritalah apa yang Bunda kerjakan di tempat kerja."

"Yang Bunda kerjakan di tempat kerja?"
"iya"

"Yang Bunda kerjakan banyak seperti menulis, mengetik kadang bercerita sama teman-teman Bunda."
"Bunda cerita apa?"

"Bunda cerita, kalau kemarin Bunda minta tolong Brein untuk minta tolong mbak untuk cek air di kamar mandi Bunda, ya kan?"
"Lalu..."

"Ya, Bunda bilang kalau ternyata Brein ingat untuk menyampaikan pesan Bunda. Trus teman Bunda bilang, wah Brein hebat ya... memang Brein sudah SD ya?"
"Brein kan masih TK", celetuk Brein sambil berbinar-binar matanya.

"Iya, Bunda bilang, nggak kok Brein masih TK. Trus kata teman Bunda, wah.. senang ya kalau punya Brein, boleh nggak Brein buat teman Bunda?"
"Trus Bunda jawab apa?" tanya Brein penasaran.

"Bunda bilang, janganlah Brein diminta, nanti aku nggak punya anak bernama Brein."
Brein tersenyum senang mendengar ceritaku. Lalu kutanya,"Kalau Brein sendiri bagaimana? Apa Brein mau dibawa oleh teman Bunda?"

"Kalau adik diurus oleh yang bukan Bunda, adik pasti tidak menurut terus setiap hari... biarpun nanti sudah SD, tetap saja adik tidak menurut."

Oalah nak... nak... apapun yang terjadi, Bunda tidak akan menukarmu dengan apapun di dunia ini.

Good Night son...

Minggu, 25 Juli 2010

Mahalnya harga kesehatan

Dua minggu yang lalu, aku menerima sms dari kakak iparku kalau mertua kami mengalami pendarahan di mata sebelah kanan.
Setelah berdiskusi dengan anggota keluarga yang lain, akhirnya diputuskan untuk membawa Bibi (begitulah sapaan kami untuk mertua perempuan di adat Karo) operasi mata di Manila tempat kakak iparku bermukim.

Tepat seminggu setelah sms yang pertama kuterima, Bibi menjalani operasi mata dan menurut dokter operasi berjalan lancar dan kemungkinan untuk sembuh 100%. Namun, ada yang harus diperhatikan setelah post operation yaitu untuk sementara harus memakai kaca mata renang dan tidur harus dengan posisi duduk selama 3 minggu.
Yang jelas, 2 hari setelah operasi, jarak pandang yang awalnya hanya 10 cm, sudah bisa berubah menjadi 50 cm. Suatu kemajuan yang luar biasa, selain dari keinginan untuk sembuhlah yang membuat ini menjadi mungkin.

Komplikasi pada mata adalah salah satu dari akibat kelalaian dalam menjaga kadar gula darah pada nilai normal.
Bibi memang sudah lama didiagnosa mempunyai diabetes. Hanya saja, ketika pulang ke kampung setelah sekian lama mengikuti anak tertuanya melanglang buana, tidak ada anggota keluarga di kampung yang mengingatkan, mengontrol dan memantau diet rendah gula.

Hal ini juga aku lihat sendiri ketika akhir tahun lalu kami datang ke Berastagi. Tidak ada pantangan makan, tidak ada pembatasan jumlah makanan dan bahkan mungkin glibenclamide juga lupa dikonsumsi.

Karena Diabetes tidak bisa disembuhkan, hanya dengan mengontrol kadar gula darah, maka kualitas hidup Diabetasi masih bisa dipertahankan.

Sabtu, 24 Juli 2010

Realisasi Negosiasi

Hari Sabtu pagi diawali dengan mendung. Sudah dua hari terakhir, matahari tidak pernah bersinar lebih dari 2 jam berturut-turut.

Brein bangun dengan lebih gembira hari ini. Sejak pagi, dia sudah tidak sabar ingin segera pergi ke Mega Mall Batam Center.

Yups... weekend kali ini, kami akan menghabiskan siang dengan makan siang di salah satu tenant di MMBC. Berdasarkan hasil negoisasi 2 hari lalu, yang pertama dibeli adalah paket ayam, nasi plus sup. Yang kedua adalah waffle plus ice cream dengan catatan kalau Brein bisa menghabiskan paket pertama.

Kalau masih juga belum kenyang, baru paket ketiga yaitu chicken strip baru boleh dibeli.

Berdasarkan pengalaman yang sebelumnya, Brein tidak pernah bisa menghabiskan 1 porsi. Jadi kupikir, kali inipun, seporsi ayam dan sup juga tidak akan habis.
Hanya karena aku tidak ingin Brein kecewa tidak bisa menikmati waffle plus ice cream yang sebenarnya menjadi pilihan pertamanya, akhirnya ketika pesanan pertama siap untuk dinikmati, tanpa sepengetahuan Brein, jatah porsinya aku kurangi sedikit.

Raut muka senang karena merasa sudah menghabiskan satu porsi terlihat di wajahnya. Segera setelah mencuci tangan, Brein berkata,'Ayo bunda, beli waffle yang ada es krimnya..'.
'Beli sama abang ya, bunda tunggu di sini', kataku sambil memberikan selembar uang 50 ribuan.

Tak berapa lama, mereka berdua asyik menikmati seporsi besar waffle. Dasar memang sudah agak kenyang, akhirnya mereka berdua menyerah dan tidak bisa menghabiskan seporsi waffle.
'Sudah nih.... nggak habis? Kalau nggak habis, nggak bisa beli chicken strip lho ya...'
'Sudahlah bunda, chicken stripnya lain kali aja ya...sekarang kita pulang aja, adik sudah kenyang.'

Wkwkwk... paling tidak isi dompetku aman untuk sementara.
Yang terpenting aku berusaha untuk memberi contoh untuk tidak lapar mata.

I love you sons.......

Kamis, 22 Juli 2010

Negosiasi

Makan di Fast Food resto, sudah menjadi salah satu agenda bulanan dalam menghabiskan weekend bersama anak-anak.
Kali ini, dua hari menjelang weekend, Brein yang melihat flyer dari salah satu fast food dari Amrik, sudah mulai memilih-milih paket yang ditawarkan. 'Abang, sinilah bang. Coba abang pilih, abang mau yang mana? Adik mau yang ini..'.

Akhirnya, Brein dan Hagi tenggelam dalam kesibukan memilih dan memilah.... mereka sedang berdiskusi menu apa yang sebaiknya dibeli.

Tidak berapa lama, Brein menghampiriku dan katanya,'Bunda, adik mau waffle yang pake es cream ya...'.
Sekilas ku lihat potongan voucher yang ditunjukkan oleh Brein. 'Lalu, abang apa?'
'Abang, mau ayam, tapi adik juga mau yang ini,' ditunjukkannya voucher bergambar chicken strip.

'Sudah ini aja kan...'.
'Abang, abang nggak jadi mau makan burger kan?'
'Nggak...'.

'Oke... coba kesini semua,' pintaku pada Hagi dan Brein.
3 lembar voucher bergambar makanan ku susun di meja menggambar milik Brein. 'Dengarkan bunda ya..., yang pertama dibeli adalah paket ayam dan nasi plus sup, kalau ini habis dimakan, baru beli paket waffle plus ice cream, sudah...'

'kalau waffle sudah habis tapi masih juga belum kenyang, baru boleh beli chicken strip. Bagaimana?'

'Jadi, kapan kita kesana?'
'Hari Sabtu besok ya....'

Senin, 19 Juli 2010

Berhitung

Meskipun sudah punya pengalaman membantu Hagi (sekarang kelas 4 SD) dalam mengenal penjumlahan dan pengurangan ketika masih di taman kanak-kanak, tetapi tetap saja aku 'bingung' he.... he... he...

Jurus andalan yang kupakai adalah mengenalkan perhitungan dengan cara susun ke bawah untuk nilai yang lebih dari 10.

Dengan menggunakan white board yang baru saja kubeli, kumulai pengenalan penjumlahan dengan susun ke bawah. Hanya satu kali contoh, Brein bisa langsung mengikuti.

Masalah datang ketika mengenalkan pengurangan. Benar-benar tidak ada ide, bahkan aku juga lupa bagaimana dulu aku mengenalkan ini kepada Hagi.
Ketika aku sedang membantu Brein melakukan pengurangan susun ke bawah, tiba-tiba Brein berkata,'Oh... aku tahu Bunda, begini, Brein punya 6 mainan Ultraman, trus dikasih ke teman-teman 4 mainan, jadi Brein tinggal punya 2 mainan Ultraman, ya.. kan?'

Benar-benar di luar dugaanku...akhirnya semua pengurangan berhasil dikerjakan dengan bantuan ULTRAMAN.

Selasa, 22 Juni 2010

Privacy....

Pagi yang cerah membuka hari ini. Kegiatan hari ini dimulai dengan belanja ke pasar untuk membeli sayur mayur dan ikan.
Dan masih seperti beberapa hari terakhir, harga aneka sayuran hijau seperti kangkung, bayam, kacang panjang, tunas kol dijual dengan harga 10 ribu per kilo. Padahal biasanya, kangkung dijual pada harga 5 ribu per kilo, bayam 6 ribu per kilo. Jadi berpikir, bagaimana generasi muda angkatan anak-anakku bisa makan sehat kalau harga sayur mayur sedemikian mahalnya.

Sepulang dari pasar, setelah membereskan belanjaan dan memasukkannya ke dalam kulkas, baru kusadari kalau birthday cake dari sebuah resort masih ada.
Aku segera keluarkan dan ingin membawa sepotong buat 'plain water break' he.. he.. karena aku kurang suka kopi jadi air putih saja yang tentu lebih menyehatkan.

Tiba-tiba berdiri di dekatku dan Hagi bertanya,'Bunda, kok bunda tidak makan cakenya?'
'Lha ini Bunda bawa untuk di kantor.'

Setelah kumasukkan kembali sisa cake di dalam tupperware ke dalam kulkas, aku segera membereskan diri untuk bersiap pergi ke kantor.
Ketika aku sedang check dan re-check isi tas, tiba-tiba Hagi bertanya lagi,'Bunda, aku boleh minta cakenya?'

Sejenak aku terkejut dengan pertanyaan Hagi, dan baru kusadari bahwa ini adalah buah dari apa yang aku ajarkan selama ini. Bahwa kita tidak boleh mengambil benda/barang sesuka hati meskipun kita tahu bahwa benda/barang tersebut adalah milik salah satu anggota keluarga.
Setiap dari kita harus meminta ijin pemilik benda/barang dan baru mengambil/meminjam hanya jika diijinkan.

'Boleh nak, tapi bagi adik juga ya... tidak dihabiskan sendiri'
'Ya, Bunda, makasih'

Senin, 21 Juni 2010

Suwe Ora Jamu....

Hari Sabtu, 19 Jun, adalah hari terakhir UAS Hagi. Kali ini, ujian ditutup dengan ujian menggambar dan menyanyi.
Menurut Hagi, semua murid diminta untuk menggambar jembatan Barelang (Batam-Rempang-Galang), jembatan kebanggan warga Kepri - Kepulauan Riau.
Sedangkan untuk ujian menyanyi, semua murid diminta untuk menyanyikan lagu daerah masing-masing.

Menurut Hagi, meskipun namanya mengandung marga 'Ginting', tapi tetap mau diakui sebagai orang Jawa. Jadi, Hagi ingin menyanyi lagu daerah Jawa.

Ini nih... yang jadi masalah. Selama ini, aku jarang mengajarkan bahasa ibuku. Jadi, aksen, dialek dan logatnya terdengar agak aneh. Dari beberapa lagu yang aku contohkan dari Gundul-Gundul Pacul, Gambang Suling hingga Suwe Ora Jamu, Hagi memilih Suwe Ora Jamu, karena syairnya paling pendek.

Mulailah berlatih menghafal sekaligus memahami nada lagunya.
'suwe ora jamu, jamu godong telo, suwe ora ketemu, temu pisan gawe gelo'

Awalnya aku harus membetulkan pronounce-nya, seperti contohnya 'telo', kata 'te' diucapkan dengan benar, sedangkan 'lo' diucapkan seperti hasil mengeja 'l' - 'o' - 'lo', padahal seharusnya 'lo' diucapkan seperti kata 'lo' di kata 'lolos'

Yang lain adalah kata 'gelo'. 'ge' dibaca seperti 'g'-'e'-'ge', padahal seharusnya seperti 'ge' di kata 'gegar'.

Setelah beberapa kali dilakukan pengulangan, akhirnya syair lagu sudah bisa didengar dengan enak. Bahkan Brein, yang notabene dari awal hanya jadi pendengar, bisa menyanyikan lagu 'Suwe Ora Jamu'.

Bahkan Brein juga bertanya apa maksud dari 'gawe gelo'......
'Ojo gawe gelo Bunda ya.... nak....' :)

Bed Time Story by Abang

Seperti biasa, sebelum tidur, Hagi dan Brein selalu minta baca buku cerita terlebih dahulu. Tapi untuk pertama kalinya malam ini, aku meminta Hagi untuk membacakan sebuah buku yang dipilih oleh Brein.

Awalnya, semua berjalan lancar hingga akhirnya ketika halaman yang belum dibaca menyisakan 3 lembar saja.
Brein,'Bunda, abang bacanya tak betul.'
'Tidak betul bagaimana dik? Kan yang dibaca abang sudah benar semua kalimatnya.'
Asumsiku, Brein protes karena isi cerita dibaca tidak sesuai yang biasanya, maklum karena sering dibaca, Brein bisa hafal di luar kepala.

'Bukan, Bunda,'sergah Brein,'Abang bacanya tidak seperti Bunda, dia bacanya pelan-pelan, tidak sekeras Bunda.'
Oalah nak, nak....
Akhirnya sisa cerita aku bacakan hingga mereka berdua tertidur.

Minggu, 13 Juni 2010

Berita Duka itu datang lagi....

Di tengah riuh rendah anak-anakku yang lagi sibuk dengan mainan masing-masing, tiba-tiba hpku berbunyi.
Nomor yang keluar di layar hp tidak aku kenali, tapi tetap saja aku angkat.
'Hallo...'

'Oh, hi Yun'

Aku segera mengenali suara agak berat dan tegas itu milik istri abang iparku.

'Ada apa, kak?'

Ternyata, kak Ida mengabarkan kalau adik lelaki ibu mertua kami baru saja meninggal 3 jam yang lalu, tepatnya pukul 2 siang.
Menurut adat Karo, adik lelaki ibu biasa dipanggil dengan sebutan 'Mama'. Dan bagi anak-anak dari saudara perempuan 'Mama' ini, 'Mama' adalah salah satu orang yang harus dihormati dalam artian, jika 'Mama' ini sedang punya gawe, maka yang harus sibuk mempersiapkan ini dan itu adalah mereka-mereka ini.
Apalagi, jika 'Mama' ini meninggal, maka mereka-mereka ini wajib datang untuk mengurus keperluan pemakaman.

Karena itulah aku segera mencari tiket buat suami untuk pergi ke Medan. Akan tetapi, semua penerbangan terakhir ke Medan sudah full book untuk hari ini.
Akhirnya diputuskan untuk terbang esok hari, 14 Jun.

Selamat jalan bapak, semoga amal ibadahmu diterima-Nya...

Sabtu, 12 Juni 2010

Obyektif atau Subyektif

Satu minggu setelah sms try out yang aku terima dari guru Hagi, aku menerima sms lagi.
Kali ini sms dari guru Hagi mengabarkan kalau Hagi mendapat voucher karena masuk 10 besar try out yang diadakan oleh salah satu Bimbel di Batam. Hanya karena sebentar lagi akan menghadapi UAS, jadi kabar ini belum disampaikan ke anak didik yang bersangkutan untuk menghindari rasa senang yang berlebihan sehingga mengendurkan semangat belajar.

Bukan masalah voucher yang belum diberikan ke Hagi, tapi isi sms itu yang menggelitikku 'bu, Hagi masuk 10 besar try out tanggal 5 jun kemarin dari xxxx, jadi dapat voucher tapi untuk sementara saya kasih setelah ujian supaya hagi tidak cepatpuas dengan hasil sekarang. atau ibu mau ambil? tq. ini penilaian dari xxxx, bukan dari saya. jadi benar-benar obyektif.'

Nah lo... jadi selama ini ibu subyektif donk...

Kamis, 10 Juni 2010

Martabak Bandung

Ketika matahari mulai tergelincir, sepanjang jalan utama di perumahanku mulai dipenuhi dengan pedagang makanan tentunya. Ada 4 gerobak penjual gorengan dari yang masih mempertahankan harga 500 rupiah/pcs hingga yang sudah mematok harga 2000 rupiah/3 pcs. Paling tidak ada 3 kedai nasi padang, beberapa ruko menyediakan bakso dan mie ayam bahkan sudah ada 2 diantaranya yang dulu laris manis sekarang sudah tutup, yaitu bakso kutoarjo dan bakso prambanan - specialis bakso telur puyuh.

Bahkan ada yang menyediakan bahan mentah dan segar kebutuhan dapur seperti sayuran, ikan, daging dan aneka bumbu. Pasar segar sore ini sangat dibutuhkan terutama oleh pekerja yang kerja shifting.

Lalu gerobak penjual kue pukis seharga 5000 rupiah per bungkus isi 10 pukis, tapi dia memperbolehkan pembeli untuk eceran. Pedagang Martabak Manis dan Martabak Telur tidak ketinggalan ikut meramaikan persaingan antar pedagang. Bahkan kulihat ada satu gerobak baru yang mengusung nama 'Martabak Bandung - Pelangi Baru' dan kurasa baru aku lihat 5 hari terakhir.

Sebenarnya kemarin aku sudah ingin mampir dan mencoba martabak yang dijualnya, tapi rupanya karena hujan deras, si penjual tidak membuka gerobaknya.
Hari ini, ketika pulang kerja yang sudah larut, aku melihat penjual martabak berjualan, jadi kuputuskan untuk membawa buah tangan buat anak-anakku sekaligus sebagai kompensasi karena aku pulang lebih larut dari biasanya.

Ada lebih dari 20 varian yang tertera di menu yang tertempel di sisi kanan dan kiri gerobak antara lain dari yang biasa seperti kacang, coklat dan keju, dia juga menyediakan menu dasar dikombinasi dengan jagung, pisang bahkan durian.

Karena ini cicipan perdana jadi aku memilih martabak pisang. Sambil menunggu pesananku dibuat, kutanyakan arti angka '05' yang tertempel di kaca gerobak. Katanya, angka '05' menunjukkan gerobak yang ke lima. Rupanya, penjual ini sudah punya 4 gerobak di tempat yang berbeda dan menurut pengakuannya, 4 gerobak yang lain dijalankan oleh adik-adiknya. Bahkan yang ke enam akan segera dibuka di perumahan sebelah karena adiknya yang dari padang akan datang besok.

'Padang?' tanyaku,'lho, jadi bapak bukan orang Bandung?'
'Ya, saya orang padang'
'Lalu kenapa disebut martabak bandung?'
'karena kalau martabak bandung tidak pake menu kelapa seperti martabak manis'

Halah... apa benar seperti itu ya... aku tidak mengerti. Ada yang tahu?

Rabu, 09 Juni 2010

Sarapan malam....

Jam sudah menunjukkan pukul 20:35, waktu dimana anak-anakku sudah bersiap untuk mengakhiri kegiatan hari ini di tempat tidur.
Ketika lampu sudah diredupkan tiba-tiba Brein berkata,'Bunda, ingat ya... jangan lupa seperti tadi malam. Adik mau sarapan malam.'
'Iya, Bunda tidak lupa, adik mau sarapan malam jam berapa?', tanyaku ke Brein.

'Adik mau sarapan malam di jarum panjang di angka 4 dan jarum pendek di angka 4',jawab Brein.

'Oke dik, insya allah, Bunda tidak lupa.'

Istilah sarapan malam mulai dipakai oleh Brein ketika bulan puasa 2009. Waktu itu, ketika kami sedang melaksanakan ibadah sahur, Brein tiba-tiba terbangun dan keluar dari kamar.
Melihat kami sedang bersantap sahur, Brein bertanya kenapa kami makan ketika hari belum terang.
Karena Brein tidak begitu jelas dengan istilah makan sahur, maka aku bilang Bunda sedang sarapan tapi ketika hari masih gelap. 'Oh, Bunda sedang sarapan malam ya..., jadi nanti kalau sudah terang, Bunda tidak sarapan lagi kan?'

'Iya, nak..'

'Adik juga mau sarapan malam', begitu katanya. Padahal kurasa karena sebenarnya Brein kurang senang kalau diminta sarapan sebelum pergi sekolah. Jadi dalam pemikirannya, dengan melakukan sarapan malam, dia tidak perlu harus repot-repot sarapan ketika akan berangkat ke sekolah.

Oalah...nak.. nak...

Membuat Pivot Table di Microsoft Excel 2007

Ketika pertama kali harus mengolah data dalam jumlah banyak, saya memakai MS Excel. Akan tetapi meskipun hasil pengolahan yang diinginkan dari minggu ke minggu selalu itu-itu saja, proses pengolahan data dengan memakai MS Excel cukup memakan waktu.

Kali kedua, yang saya lakukan adalah memindahkan cara penyimpanan data dari sheet di MS Excel ke dalam MS Access. Sehingga step by step pengolahan data dapat disimpan dalam bentuk query dan ini mempercepat proses pengolahan data weekly.

Namun, meskipun hasil akhir pengolahan data dapat dilakukan dengan cepat, saya harus selalu melakukan revisi terhadap database file bila ada Engineer lain yang membutuhkan data dengan komposisi yang berbeda. Dan ini sangat merepotkan dan membutuhkan waktu penyelesaian selain akan selalu bergantung pada seseorang untuk mendapatkan report yang diinginkan.

Ketika akhirnya komputer kantor diinstal MS Excel 2007 yang sebenarnya lebih rendah versinya dari pada yang kupunya di rumah, toh saya tetap penasaran dengan kelebihan MS Excel 2007 dibanging MS Excel 2003. Salah satunya adalah PIVOT TABLE.
Meskipun di versi 2003, kitapun bisa membuat Pivot Table, akan tetapi di versi 2007 terasa lebih user friendly.

Dalam pembuatan Pivot Table, yang dibutuhkan adalah data source. Data source bisa diambil dari file excel itu sendiri ataupun dari external source.
Demi kepraktisan dalam pengaksesan data oleh user, maka data source disimpan di external data source seperti berupa table di dalam access file. Dan access file disimpan di server sehingga bisa diakses oleh user setiap saat dan data akan selalu up to date.
Selain itu, saya tidak perlu mengganti cara operator melakukan data recording.

Keuntungan dari Pivot Table adalah setiap user bisa memanipulate table sehingga sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa harus request terlebih dahulu.

Berikut ini step by step cara membuat pivot table:
1. Di Ribbon tool bar, pilih tab "Insert"

2. Setelah itu pilih 'PivotTable'

3. Akan muncul pop up window untuk memilih source data yang akan dianalisa

4.1 Jika data yang akan di analisa ada di file yang sama tapi sheet berbeda, maka klik di 'Select a table or range'

4.2 Japi jika data yang akan dianalisa berasal dari external, maka klik di 'Use an external data source'
Setelah itu klik button 'Choose Connection', setelah muncul pop up window yang menunjukkan list connection yang pernah dibuat. Jika connection yang diinginkan tidak ada di dalam list, kita bisa membuat koneksi baru dengan menekan button 'Browse for More' dan pilihlah folder dimana external source data yang diinginkan.

5. Setelah item 4 dilakukan, langkah selanjutnya adalah menekan button 'open' dan dalam tidak waktu yang tidak terlalu lama, kita akan mendapatkan pivot table.

Last but not least, butuh kesabaran dan ketekunan untuk mengeksplorenya. Selamat mencoba.

Sabtu, 05 Juni 2010

Brein dan huruf

Ketika akhirnya Brein bisa berkata-kata, aku merasa ada perbedaan dengan Hagi. Hagi bisa dengan sangat jelas melafalkan semua huruf dan kata, tapi Brein...

Apakah ini efek samping dari penyakit cacar yang kuderita ketika Brein berumur 7 bulan dalam kandunganku? Tapi bukankah, dokter kandungan yang memeriksaku waktu itu mengatakan bahwa tidak akan ada efek samping karena bukan di trimester pertama?

Memang, untuk Batita, terkadang susah melafalkan huruf 'R' dan 'L'. Tapi Brein, punya lebih banyak huruf yang tidak bisa dilafalkan, misal huruf 'S' yang berada di depan kata misal 's' di susu, 's' di sapi. Tapi untuk 'S' sebagai akhiran, Brein bisa melafakan dengan jelas, seperti kata 'eS' dan 'keraS'.

Huruf yang lain adalah 'M' dan 'K'. Yang aneh, huruf 'K' ini dilafalkan mendekati huruf 'T'.

Tapi ketakutanku sekarang sudah hilang, karena perlahan-lahan, Brein sudah bisa melafalkan huruf-huruf dan kata-kata tersebut dengan benar. Huruf terakhir yang bisa dilafalkan dengan benar adalah 'R' sebelum umurnya menjadi 5 tahun.
Sejak Brein bisa melafalkan huruf 'R', semua kata-kata dengan huruf 'R', maka 'R' akan terdengar dengan lebih jelas. Misalnya 'kiRI', 'ROti' dan 'RUmah'.

Entah sampai kapan 'R' akan dilafalkan dengan nada yang sama... :)

Beli eceran atau kulakan?

Dulu, aku tidak begitu paham kenapa ibu terkadang membeli barang yang sama dalam jumlah besar meskipun perlu waktu berbulan-bulan untuk menghabiskan stok.

Sekarang ini ketika aku pada posisi seperti ibu sebagai manager rumah tangga, aku menyadari apa yang dilakukan sebenarnya bagian dari penghematan. Karena membeli dalam jumlah banyak, terkadang konsumen mendapat hadiah barang berupa piring, mangkok atau gelas, juga harga per-pcsnya juga menjadi lebih murah.

Namun, tidak semua barang yang dibeli dalam partai besar akan membuat kita menjadi hemat. Terutama kalau yang dibeli adalah berupa makanan atau minuman. Contohnya, anak-anakku setiap hari maunya minum susu siap minum. Saat ini, Brein sudah bisa beli sendiri ke minimarket di ujung gang. Setiap beli susu yang disukainya, Brein selalu melipatgandakan jumlahnya, karena Brein akan membaginya dengan abangnya.

Sehari kalau dihitung total beli eceran hanya 10 ribu per anak. Akan tetapi kalau aku membeli dalam jumlah banyak, susu siap minum akan habis dalam waktu singkat. Kalau dikonversikan ke dalam rupiah menjadi 14 ribu per anak.

Contoh lain, ketika harga telur per pcs di warung sebelah rumah adalah 1000 rupiah, sementara di supermarket hanya dijual 19900 rupiah per papan, maka sudah semestinya harga per pcsnya akan lebih murah.
Akan tetapi ketika dihitung kembali, biasanya dalam satu bulan hanya menghabiskan 1.5 papan yang dibeli eceran, ini satu papan dari supermarket habis tidak sampai 1 minggu.
Kenapa? Karena ketika lauk yang dihidangkan adalah berbahan dasar ikan, anak-anak akan minta si mbak untuk goreng telur.

Alih-alih mau hemat jadi tidak hemat. Alih-alih sudah menyiapkan berbagai jenis sumber makanan, jadinya yang dimakan tiap hari, ya itu-itu saja.

Jadi, kita harus bijak dalam menentukan mana yang memang menguntungkan dan mana yang malah membuat buntung.

Kamis, 03 Juni 2010

BB aka Bau Badan

Siang itu, ketika aku sedang asyik pencet-pencet tuts, seseorang datang menghampiri cubicle-ku. 'Bunda, tadi ketika audit di line, ada PE yang menarikku keluar dari rombongan. Katanya, kasih tau donk temanmu itu, kan sekarang dia yang harus menemani customer kalau lagi audit, masak dari dulu sampai sekarang, BB-nya nggak pernah hilang?'

'Lalu, kenapa sekarang ngomong ke aku? Bilang aja langsung kan lebih baik?'

'Kan Bunda biasanya satu group makan siang dengannya, Bundalah yang ngomong ya...'

Alamak, pikirku. Memang dulu pernah, sebut saja si A yang punya BB 'ehem' ini kirim sms ke aku. Dalam sms-nya si-A pernah ditegur oleh salah seorang teman dekatnya tentang kadang-kadang si A ini punya BB yang lebih menyengat dibanding biasanya.
Waktu itu, kubalas bahwa memang BB bisa lebih menyengat kalau kita sedang haid atau kita habis menyantap sesuatu.

Akan tetapi tidak semua orang, meskipun sedang mempunyai BB menyengat akan mengganggu lingkungan sekitarnya.
Kukatakan waktu itu, kalau si-A ini memang kadang-kadang seperti itu. Saran yang kuberikan waktu itu adalah untuk memakai tawas (http://www.facebook.com/notes/yuyun-linuwari/tips-menghilangkan-bau-badan/398404972669), karena yang kutahu ada beberapa orang yang berhasil menghilangkan BB berkat bantuan tawas.

Tapi rupanya dari hasil diskusiku dengan si-A ini, dia tidak pernah mencoba memakai tawas, terlebih dia juga suka ngemil keju setiap pulang kerja... nah lho...

Dulu di officeku juga ada yang ber-BB tapi sudah resign. Sebenarnya, apakah mereka sendiri tidak merasa bahwa BB-nya menyengat? Sementara, aku sendiri, ketika sedang berolah raga merasa bahwa BB-nya juga berbeda. Ah, entahlah... ngapain juga kupikirkan...

Rabu, 26 Mei 2010

Berburu Tiket Lebaran

Sebagai ibu bekerja, aku memiliki assisten rumah tangga yang membantuku menjaga anak-anak di waktu siang. Mbak Wati, demikian kami biasa memanggilnya, sudah lama menjadi aspriku, tepatnya sejak Hagi hampir berumur 2 tahun (2003).

Tahun ini adalah tahun ke 2 dan biasanya mbak Wati akan minta ijin pulang kampung. Kali ini, ada yang sedikit berbeda dengan ritual mudik sebelumnya. Hal ini karena sejak awal 2009, sistem penggajian agak berbeda sedikit. Itu karena, setiap bulan, aku sudah memasukkan komponen biaya tiket mudik ke dalam gaji yang diterima tiap bulan.

Awal May, ketika aku sedang browsing tiket ke Surabaya, iseng-iseng aku check juga harga tiket untuk lebaran. Ternyata untuk direct flight harganya sudah 4x lipat dari harga yang kudapatkan untuk keberangkatan 5 May.
Akan tetapi, kalau kita mau bersusah payah memadu padankan jadwal penerbangan yaitu dengan transit di Suta, harga bisa ditekan menjadi 38% dari direct flight.

Hanya saja, meskipun sudah kuyakinkan bahwa harga ini sudah termasuk murah untuk peak seasson, si mbak masih bingung. Akhirnya, si mbak memutuskan untuk menunda pembelian hingga mendekati lebaran.

Namun pada akhirnya si mbak segera membeli tiket karena per akhir May, harganya sudah menjadi 51% dari direct flight meskipun bulan puasa belum mulai apalagi lebaran. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

Penjual Rujak

Hari sangat panas, ketika aku melewati kedai rujak. Menurut temanku, rujak di kedai sederhana itu enak. Jadi kupikir, ada baiknya aku cicipin hasil racikan rujaknya.

Seorang ibu yang sudah memasuki usia pensiun menyambutku. Setelah menanyakan apa yang ingin kupesan, si ibu penjual rujak segera meracik pesananku.
Sambil mengulek di cobek batu yang berukuran besar, beliau bercerita bahwasanya untuk orang seusianya, ibu itu merasa nggak nyaman kalau cuma duduk-duduk nggak ada kerjaan.

Ibu ini berasal dari Yogjakarta, tepatnya di lereng gunung kidul. Beliau merantau ke Batam sudah sejak 3 tahun lalu dan tinggal bersama anak, menantu dan cucu perempuannya.
Menurutnya, meracik rujak sudah dijalaninya sejak dahulu kala.

Pembicaraan berlanjut ke masalah pemilu pemilihan kepala daerah langsung yang akan ditutup beberapa menit lagi di pukul 13:00 PM. Ibu penjual rujak memilih untuk tidak memakai hak pilihnya karena menurutnya, siapapun yang dipilih, selama ini tidak terlihat ada perubahan.

Tak berapa lama, rujak pesananku sudah siap. Setelah membayar harga seporsi rujak cingur dan seporsi rujak buah, aku segera meluncur ke rumah.

Jumat, 07 Mei 2010

Reuni Kecil

Mudik mendadak di minggu pertama di bulan May selain diisi untuk urusan keluarga, aku menyempatkan diri menyapa teman-teman lama yang baru aku temukan via facebook.
Dan janji ketemu makan siang di hari keduaku di kampung halaman sudah disepakati.

Hari menjelang siang, ketika aku melangkahkan kaki melewati gerbang Akper. Halaman depan Akper terlihat asri, meskipun ada satu pintu yang tertulis 'Ruang Dosen' tapi sepertinya sudah tidak digunakan lagi untuk jalur keluar masuk.
Untuk sejenak, aku terbengong-bengong mencari pintu masuk. Akhirnya kupilih pintu kaca gelap yang berada di tengah.

Di balik pintu ada lorong pendek dan terlihat tangga ke arah lantai 2. Ketika aku akan mencari dimana pintu menuju ruang dosen, tiba-tiba,"Hei, lha iki wis tekan kene. Lihat, kok sama seperti jaman SMA, nggak ada yang berubah." Itu suara Eny yang ditujukan ke aku dan Marfuah.
Akhirnya temu kangen dilanjutkan di rumah makan. Dari Marfuah, aku mendapatkan contact address teman SMA ku yang sekarang menjadi KaPus.
Bahkan aku dan KaPus sempat saling menelpon si sela-sela makan siang, dan kami berencana untuk pergi bareng ke Surabaya naik kereta api dari Station KA Klakah meskipun pada akhirnya pada hari Jum'at malam rencana itu dibatalkan karena KaPus mendapat undangan meeting mendadak di hari Sabtu.

Sayangnya, aku tidak sempat mengabadikan pertemuan kami dengan kamera.
Next time, aku nggak akan lupa dech...