Sabtu, 05 Juni 2010

Beli eceran atau kulakan?

Dulu, aku tidak begitu paham kenapa ibu terkadang membeli barang yang sama dalam jumlah besar meskipun perlu waktu berbulan-bulan untuk menghabiskan stok.

Sekarang ini ketika aku pada posisi seperti ibu sebagai manager rumah tangga, aku menyadari apa yang dilakukan sebenarnya bagian dari penghematan. Karena membeli dalam jumlah banyak, terkadang konsumen mendapat hadiah barang berupa piring, mangkok atau gelas, juga harga per-pcsnya juga menjadi lebih murah.

Namun, tidak semua barang yang dibeli dalam partai besar akan membuat kita menjadi hemat. Terutama kalau yang dibeli adalah berupa makanan atau minuman. Contohnya, anak-anakku setiap hari maunya minum susu siap minum. Saat ini, Brein sudah bisa beli sendiri ke minimarket di ujung gang. Setiap beli susu yang disukainya, Brein selalu melipatgandakan jumlahnya, karena Brein akan membaginya dengan abangnya.

Sehari kalau dihitung total beli eceran hanya 10 ribu per anak. Akan tetapi kalau aku membeli dalam jumlah banyak, susu siap minum akan habis dalam waktu singkat. Kalau dikonversikan ke dalam rupiah menjadi 14 ribu per anak.

Contoh lain, ketika harga telur per pcs di warung sebelah rumah adalah 1000 rupiah, sementara di supermarket hanya dijual 19900 rupiah per papan, maka sudah semestinya harga per pcsnya akan lebih murah.
Akan tetapi ketika dihitung kembali, biasanya dalam satu bulan hanya menghabiskan 1.5 papan yang dibeli eceran, ini satu papan dari supermarket habis tidak sampai 1 minggu.
Kenapa? Karena ketika lauk yang dihidangkan adalah berbahan dasar ikan, anak-anak akan minta si mbak untuk goreng telur.

Alih-alih mau hemat jadi tidak hemat. Alih-alih sudah menyiapkan berbagai jenis sumber makanan, jadinya yang dimakan tiap hari, ya itu-itu saja.

Jadi, kita harus bijak dalam menentukan mana yang memang menguntungkan dan mana yang malah membuat buntung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar